Sebulan terakhir ini harga saham Electronic City Indonesia Tbk (ECII) turun dan kembali diperdagangkan dibawah Rp200. Setengah tahun yang lalu, tepatnya bulan November 2024, harga saham ECII juga sempat menyentuh dibawah Rp200. Lalu dengan cepat rebound sampai ke Rp444 di bulan Desember 2024. Apakah penurunan kali ini juga berpotensi rebound seperti di akhir tahun 2024?
Tulisan ini akan membahas ECII secara detail dari berbagai sisi. Mulai dari sejarah berdiri, pemegang saham, bidang usaha, jaringan penjualan, histori pendapatan, aset yang dimiliki, beban hutang, histori nilai buku, hingga siklus harga saham dan siklus pbv. Dengan melihat ECII dari berbagai sisi, diharapkan pembaca dapat menilai ECII secara komprehensif. Dapat memahami kelebihan dan kelemahan ECII, dan menemukan peluang investasi yang bagus di baliknya.
Sejarah ECII
Electronic City Indonesia berdiri 29 April 2002, bermula dari toko elektronik untuk kalangan menengah keatas di kawasan elit SCBD Jakarta. Toko ini menjadi model bagi ECII untuk membuka toko-toko selanjutnya di seluruh Indonesia.
Electronic City Indonesia melakukan IPO di pasar modal untuk mendapatkan dana ekspansi. IPO dilakukan tanggal 3 Juli 2013 di harga Rp4050 per lembar saham. Dana yang terkumpul dari IPO sebanyak 1,35 trilyun rupiah.
Pemegang Saham
Pemegang saham ECII dapat dibagi menjadi 3 kluster :
1. Artha Graha Group (48,72%)
Kepemilikan saham melalui PT Graha Surya Kirana & PT Artha Graha Network
2. UOB Kay Hian Pte Ltd (29,80%)
3. Masyarakat (12,53%)
4. Saham treasury (8,95%)
Artha Graha Group dimiliki oleh konglomerat Tomy Winata. Bersama dengan Sugianto Kusuma atau Aguan, Tomy Winata juga memiliki beberapa perusahaan terbuka lainnya seperti Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC) dan Jakarta International Hotels & Development Tbk (JIHD).
UOB Kay Hian Pte Ltd adalah perusahaan investasi global yang berbasis di Singapura.
Saham masyarakat dimiliki oleh beberapa perusahaan dan sekitar 2.000 individu. Menariknya, jumlah saham yang dimiliki badan usaha lebih banyak dari jumlah saham yang dimiliki individu. Menurut laporan tahunan perusahaan tahun 2024, jumlah saham yang dimiliki individu hanya 4,71%. Ini mungkin salah satu sebab harga saham ECII cukup fluktuatif.
Saham treasury didapatkan melalui skema buyback saham di tahun 2020 pada saat krisis Covid.
Bidang Usaha
Bidang usaha utama perusahaan adalah menjual beragam produk elektronik melalui jaringan toko yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah produk yang dijual ECII mencapai lebih dari 20.000 produk elektronik. Jumlah sebanyak itu berasal dari hampir 300 merek.
Target pasar ECII adalah kalangan menengah keatas yang menginginkan kenyamanan dalam berbelanja produk elektronik. Produk terlaris ECII didominasi oleh 3 kebutuhan rumah tangga : televisi, AC, dan kulkas.
Jaringan Penjualan
Untuk memaksimalkan penjualan, ECII memiliki 63 toko di seluruh Indonesia. Karena target pasar ECII adalah golongan menengah keatas, toko Electronic City mayoritas berada di kota-kota besar. Sebagian besar toko berada di dalam mal-mal besar dengan sistem sewa, sebagian kecil merupakan toko yang lahan dan bangunannya dimiliki sendiri oleh perusahaan.
Sebagai penunjang pemasaran, Electronic City memiliki 10 gudang distribusi yang tersebar sejalan dengan sebaran toko.
Selain toko fisik, Electronic City memiliki chanel digital berupa toko online (www.eci.id) dan aplikasi berbelanja (eci.id).
Untuk menjaga loyalitas pelanggan, Electronic City memiliki kartu keanggotaan yang diberi nama E-Cityzen. Menurut laporan tahunan ECII tahun 2024, sampai saat ini E-cityzen sudah memiliki lebih dari 1 juta pelanggan.
Histori Pendapatan
Berikut histori pendapatan ECII sejak IPO tahun 2013.
2013 : 2,00 trilyun
2014 : 2,23 trilyun
2015 : 1,78 trilyun
2016 : 1,66 trilyun
2017 : 1,82 trilyun
2018 : 2,00 trilyun
2019 : 1,98 trilyun
2020 : 1,62 trilyun
2021 : 1,81 trilyun
2022 : 2,19 trilyun
2023 : 2,47 trilyun
2024 : 2,43 trilyun
Dari histori diatas, pendapatan perusahaan terlihat fluktuatif. Naik turunnya pendapatan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi nasional dan global.
Jika kondisi ekonomi sedang tidak baik, tingkat pendapatan akan terkoreksi sampai 20%. Di saat ini, konsumen menengah keatas membatasi belanja produk elektronik. Penurunan pendapatan yang cukup signifikan terjadi di 2 krisis ekonomi terakhir tahun 2015 dan 2020.
Jika kondisi ekonomi baik, ada pertumbuhan pendapatan sebesar 10% setiap tahunnya.
Meskipun fluktuatif, pendapatan perusahaan selalu ada di angka yang cukup besar. Ini membuktikan bahwa Electronic City memiliki pangsa pasar yang cukup solid.
Aset Yang Dimiliki
Secara garis besar, ECII memiliki 5 aset utama.
1. Aset tetap : 648 milyar
2. Persediaan produk : 353 milyar
3. Deposito berjangka : 203 milyar
4. Rekening bank : 65 milyar
5. Investasi jangka pendek di Zico Trust : 103 milyar
Lima aset diatas jika dijumlahkan mencapai 80% nilai seluruh aset perusahaan.
Sebagian besar nilai aset tetap berupa tanah dan bangunan di 7 lokasi. Berlokasi di Serpong, Alam Sutra, Cibubur, Bintaro, Cikarang Selatan, Ujung Menteng, dan Citeureup. Aset di Cibubur dan Serpong berupa tanah seluas 13.647 m2 dan 7.349 m2. Aset di Citeureup berupa gudang distribusi seluas 19.750 m2. Empat aset lainnya berupa toko stand alone di Alam Sutera (5.000 m2), Bintaro (3.097 m2), Ujung Menteng (2.763 m2), dan Cikarang Selatan (204 m2).
Persediaan produk sebagian besar terdiri dari kulkas, AC, dan televisi.
Kualitas aset ECII tergolong baik, terutama aset tanah, bangunan, dan deposito bank. Aset yang rapuh hanya investasi di Zico Trust yang nilainya terus menurun. Penulis akan membahas lebih lanjut investasi di Zico.
Investasi di Zico Trust
Ketika IPO tahun 2013, perusahaan mendapatkan dana sejumlah 1,35 trilyun rupiah. Dana ini lalu dimanfaatkan untuk beberapa hal :
1.Ekspansi toko senilai 614 milyar
2.Modal kerja senilai 165 milyar
3.Pelunasan pinjaman senilai 150 milyar
4.Biaya pelaksanaan IPO senilai 101 milyar
Setelah digunakan untuk berbagai pengeluaran diatas, tersisa dana IPO senilai 320 milyar rupiah. Dari sisa dana IPO ini, perusahaan memasukkan dana senilai 304 milyar ke Zico Trust di tahun 2019. Menurut riset penulis, Zico Trust adalah perusahaan pengelola dana investasi yang berkedudukan di Singapura.
Tidak ada yang salah dengan tindakan perusahaan menginvestasikan sisa dana IPO. Yang bermasalah adalah investasi di Zico Trust mengalami penurunan signifikan. Berikut histori nilai investasi di Zico Trust.
2019 : 304 milyar
2020 : 265 milyar
2021 : 419 milyar
2022 : 201 milyar
2023 : 116 milyar
2024 : 103 milyar
Dalam kurun waktu 5 tahun, nilai investasi di Zico turun hingga 66%. Entah kemana Zico Trust menginvestasikan uang ini. Penulis mencoba mencari saham di pasar modal Indonesia yang dibeli Zico. Dari data pemilik saham diatas 5%, tercatat Zico membeli saham TAXI. Tahun 2019, harga saham TAXI ada di Rp90 per lembar. Lalu turun ke Rp50. Bulan Mei 2024, saham TAXI ambles hingga Rp1. Saat tulisan ini dibuat, harga saham TAXI ada di posisi Rp7.
Jika fokus Zico Trust adalah membeli saham-saham seperti TAXI yang sedang mengalami masalah fundamental serius, maka tak heran kalau nilai investasi perusahaan di Zico Trust turun signifikan. Penulis cukup sangsi kalau investasi Zico di TAXI akan pulih kembali.
Bagi penulis, keputusan perusahaan memasukkan investasi di Zico Trust adalah sebuah blunder. Niatnya mengamankan dan menaikkan nilai sisa dana IPO, yang terjadi malah kehilangan yang cukup besar. Seandainya dana ini digunakan untuk membuka beberapa cabang toko, tentu ceritanya akan berbeda. Katakanlah beberapa toko ini tidak bagus hasilnya, paling-paling akan mencatatkan sedikit kerugian. Rugi sedikit jauh lebih baik daripada kehilangan 66%.
Kemampuan Membayar Hutang
Perusahaan memiliki total hutang senilai 520 milyar. Jumlah sebanyak itu didominasi oleh hutang jangka pendek senilai 381 milyar. Hutang jangka pendek berupa hutang pembelian produk kepada para pemegang merek. Hutang usaha tersebut dapat dengan mudah ditutup oleh pendapatan, rekening bank, atau deposito berjangka.
Tidak ada jenis hutang lain yang cukup besar. Tidak ada hutang bank maupun surat hutang.
Gambaran hutang diatas membuktikan bahwa kondisi keuangan ECII sangat baik. Perusahaan sedang berlimpah kas.
Histori Nilai Buku
Melihat histori nilai buku ECII penting untuk melihat perkembangan ekuitas perusahaan sejak IPO. Apakah perusahaan mengalami perkembangan atau malah kemunduran.
Berikut histori nilai buku ECII sejak IPO.
2013 : 1263
2014 : 1332
2015 : 1317
2016 : 1295
2017 : 1285
2018 : 1300
2019 : 1034
2020 : 939
2021 : 1050
2022 : 921
2023 : 879
2024 : 875
Dari tahun 2013 sampai 2018, nilai buku ECII cenderung stabil. Lalu mengalami penurunan dari tahun 2019 sampai tahun 2024. Penurunan terjadi bukan karena kerugian operasional usaha, melainkan karena merosotnya nilai investasi di Zico Trust.
Dari sisi usaha tidak ada yang salah dengan ECII. Setiap tahun perusahaan mampu membukukan keuntungan meskipun jumlahnya tidak signifikan dibanding ekuitas.
Siklus Harga Saham
Berikut range harga saham ECII per tahun sejak IPO
2013 : 2700 – 4050
2014 : 935 – 3080
2015 : 680 – 1715
2016 : 460 – 950
2017 : 488 – 1000
2018 : 605 – 1150
2019 : 830 – 1150
2020 : 550 – 1050
2021 : 655 – 1150
2022 : 450 – 970
2023 : 274 – 535
2024 : 152 – 444
2025 : 156 – 366
Sejak IPO, harga saham ECII terus mengalami penurunan. Harga IPO adalah harga tertinggi sepanjang masa untuk emiten ini.
Tahun 2024, harga saham ECII mulai mengalami penurunan ke bawah Rp200. Apakah harga saham dibawah Rp200 sudah sangat murah? Untuk menjawabnya kita harus melihat histori PBV dari ECII.
Histori PBV
Berikut histori range PBV per tahun dari ECII sejak IPO
2013 : 1,64 – 2,58
2014 : 0,71 -1,96
2015 : 0,51 – 1,31
2016 : 0,35 – 0,71
2017 : 0,38 – 0,77
2018 : 0,47 – 0,89
2019 : 0,64 – 0,88
2020 : 0,57 – 0,80
2021 : 0,68 – 1,19
2022 : 0,43 – 1,04
2023 : 0,29 – 0,51
2024 : 0,18 – 0,51
2025 : 0,18 – 0,42
Jumlah saham yang beredar untuk ECII tidak mengalami perubahan sejak IPO sampai sekarang. Hal ini membuat pengamatan PBV menjadi mudah.
PBV terendah sepanjang masa dari ECII ada di angka 0,18, terjadi di tahun 2024 dan 2025. Jika kita membeli saham ECII dibawah Rp200, maka PBV-nya ada dibawah 0,23.
Bagaimana potensi keuntungannya? Di tahun 2024 dan 2025, PBV tertinggi ada diatas 0,4. Ini berarti ada potensi keuntungan paling tidak 2 kali lipat.
Kesimpulan
Dengan melihat ECII dari berbagai sisi seperti yang kita lakukan diatas, kita dapat melihat kelebihan dan kelemahan perusahaan. Kita juga dapat melihat potensi keuntungan dan tingkat risiko yang mungkin terjadi.
Electronic City memiliki beberapa kelebihan :
1. Bisnis utama perusahaan cukup solid.
Ini dibuktikan dengan jaringan penjualan yang mapan, tingkat pendapatan yang besar, dan kekuatan merek yang cukup dikenal oleh target pasar.
2. Posisi keuangan kuat
Punya cadangan deposito dan rekening bank yang cukup besar. Hutang hanya berupa hutang pembelian produk yang dapat dengan mudah ditutup oleh pendapatan dan kas.
Selain kelebihan, tentu saja ECII memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan terbesar ECII adalah kegagalan investasi di Zico Trust yang menggerus nilai buku. Untuk mengeliminasi kelemahan ini, dengan cara yang ekstrim, kita bisa saja menghilangkan nilai investasi di Zico dari perhitungan ekuitas. Anggap saja nilai investasi di Zico menjadi 0. Jika itu yang dilakukan, maka nilai buku akan berkurang sebanyak Rp77. Nilai buku ECII saat ini akan menjadi Rp794. Dengan penyesuaian nilai buku ini, di harga saham Rp200, PBV-nya menjadi 0,25. Masih cukup murah menurut pandangan penulis.
Risiko terbesar dari ECII ada pada investasi di Zico. Dengan melakukan eleminasi seperti diatas, secara otomatis kita sudah menurunkan risiko ke tingkat minimal.
Bagaimana potensi keuntungannya? Seperti yang sudah disinggung di bagian histori PBV, ada potensi keuntungan paling tidak 2 kali lipat dari saham ini. Jika kita bisa membeli saham ECII di harga yang sangat rendah, katakanlah di Rp 175 atau bahkan di Rp150, maka akan membuat potensi keuntungan menjadi lebih besar dan menurunkan risiko kerugian.
Ingatlah selalu. Dalam krisis, ada cuan besar…