TARA, PT Agung Semesta Sejahtera Tbk, adalah sebuah perusahaan kecil di bidang properti dan real estate. Perusahaan ini berdiri tahun 2006 dan melakukan IPO tanggal 11 Juli 2014 di harga Rp116.
TARA menjadi menarik bagi penulis karena saat ini memiliki PBV paling rendah di Pasar Modal Indonesia. PBV TARA hanya 0.1. PBV sekecil ini ada alasannya. Kondisi TARA memang sedang memprihatinkan. Ada 4 alasan kenapa TARA dalam kondisi yang memprihatinkan.
Pertama
TARA dimasukkan dalam papan pemantauan khusus oleh pihak regulator.
Kedua
TARA terseret kasus korupsi ASABRI yang menghebohkan itu. Salah satu pemegang saham TARA adalah ASABRI dengan porsi 5.03%
Ketiga
Pemilik mayoritas saham TARA adalah masyarakat dengan porsi 69%. Sementara pengendali perusahaan, dalam hal ini PT. Surya Buana Makmur, hanya memiliki 15.04%. Dengan proporsi saham sekecil itu, komitmen pihak pengendali dalam memajukan perusahaan layak diragukan.
Keempat
Pendapatan TARA sangat kecil. Pendapatan tahun 2003 (year on year) hanya 2.8 milyar saja. Padahal ekuitas TARA mencapai 1.05 trilyun. Ini menandakan hampir tidak ada kegiatan operasional di TARA.
Dengan 4 kondisi diatas, apakah TARA layak investasi. Untuk menjawabnya kita harus melihat kondisi TARA dari berbagai sisi.
Aset Yang Dimiliki
Total aset yang dimiliki TARA sebanyak 1.08 trilyun. Jumlah sebesar itu didominasi oleh 3 jenis aset :
1.Uang muka pembelian tanah di Bogor senilai 412 milyar
2.Tanah untuk dikembangkan di Bogor senilai 395 milyar
3.Tanah untuk dikembangkan di Mataram Permai Wonogiri senilai 250 milyar.
Aset uang muka pembelian tanah di Bogor, menurut TARA, sudah dibelikan tanah. Saat ini statusnya sedang dalam proses balik nama dan pembuatan sertifikat HGB. Jika sudah selesai, maka status asetnya akan digabung menjadi satu dengan aset tanah yang sedang dikembangkan di Bogor.
Total ketiga aset diatas senilai 1.08 trilyun. Investor cukup mudah mengawasi aset TARA karena berupa tanah semua. Jika salah satu aset ini bermasalah, investor perlu waspada karena akan berpengaruh signifikan terhadap ekuitas TARA.
Hutang
Hutang TARA hanya 20.4 milyar. Pajak mendominasi besaran hutang dengan nilai 18.7 milyar. Dari sisi hutang, kondisi TARA cukup aman dengan aset tanah yang dimiliki.
Pendapatan
Pendapatan TARA dalam beberapa tahun terakhir tergolong sangat kecil. Hal tersebut terjadi karena sumber pendapatan TARA hanya berasal dari penjualan tanah kavling. TARA sepertinya memang sedang tidak membangun apa-apa. Hal ini ada untung ruginya. Untungnya TARA sedang tidak membutuhkan dana segar dan hutang untuk biaya pembangunan, sehingga kondisi kas jadi cukup baik. Ruginya pendapatan TARA tidak akan besar sehingga sulit mengharapkan kenaikan harga saham TARA karena kegiatan operasional. Kenaikan harga saham TARA hanya berasal dari momentum kenaikan pasar modal.
Nilai Buku
Sejak IPO sampai tulisan ini dibuat, nilai buku TARA berkisar 102-105. Nilai buku TARA tidak pernah berubah drastis. Hal tersebut terjadi karena aset TARA yang berkumpul di 3 jenis aset utama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tidak adanya kegiatan pembangunan yang signifikan membuat pendapatan dan hutang TARA relatif tidak ada pergerakan.
Pendapatan kecil, hutang kecil, dan nilai aset yang relatif tetap. Ketiga hal ini yang membuat nilai buku TARA tidak berubah banyak sejak IPO.
Valuasi PBV
Sejak IPO sampai dengan akhir 2019, PBV TARA ada di kisaran 2.70-9.50. Tahun 2020, setelah pandemi masuk Indonesia, harga saham TARA terjerembab di dasar Rp50. Di harga ini, PBV TARA sebesar 0.48. Paska Bursa Efek Indonesia memperlakukan batas bawah baru untuk papan pemantauan khusus di Bulan Juni 2023, saham TARA menukik sampai harga Rp9. Saat tulisan ini dibuat, harga saham TARA ada di Rp10 dengan PBV 0.1
Peluang dan Ancaman
Walaupun kondisi TARA memprihatinkan, PBV TARA yang 0.1 membuka peluang kenaikan harga saham. Hanya saja, kondisi operasional yang minim membuat peluang kenaikan harga saham hanya berasal dari momentum kenaikan IHSG.
Ancaman TARA datang dari 4 alasan yang sudah penulis kemukakan di awal tulisan. Selain itu, ancaman TARA juga berasal dari dominasi 3 asetnya. Jika salah satu aset bermasalah, akan berpengaruh besar ke ekuitas. Perlu dicatat tercantumnya ASABRI sebagai salah satu pemegang saham menjadi pemberat utama kenaikan harga saham. Efek negatif kasus ASABRI dan Jiwasraya masih belum hilang sepenuhnya dari memori pasar.
Menarik untuk disimak, sebagai penghuni papan pemantauan khusus pertama yang menyentuh PBV 0.1, ke arah mana harga saham TARA akan bergerak…..