Tiga Rasio Penting Untuk Mengukur Daya Tahan Emiten Perbankan Terhadap Krisis

Tiga Rasio Penting Untuk Mengukur Daya Tahan Emiten Perbankan Terhadap Krisis

Sekitar 2 minggu yang lalu, tepatnya 10 Maret 2023, dunia dihebohkan oleh kolapsnya salah satu bank di Amerika Serikat, Silicon Valley Bank (SVB). Penarikan dana secara bersamaan oleh nasabah SVB membuat bank ini jatuh hanya dalam waktu 48 jam. Kolapsnya SVB disebabkan oleh 2 hal. Pertama, rendahnya likuiditas atau uang tunai yang dimiliki bank tersebut. Kedua, ketika dana tunai yang dimiliki oleh SVB sudah habis, mereka menjual rugi obligasi yang dimiliki untuk memenuhi penarikan dana nasabah.

Kejadian yang menimpa SVB bisa terjadi pada bank lain ditengah agresifnya The Fed menaikkan suku bunga secara berkala. Tindakan The Fed tersebut bisa dimaklumi karena bertujuan menyelamatkan ekonomi yang sedang mengalami inflasi tinggi. Tapi di sisi lain, tindakan The Fed akan memakan korban seperti SVB. Sampai tulisan ini dibuat, sudah ada 3 bank di USA yang kolaps: SVB, Signature Bank, dan Silvergate Bank.

Sebagai investor, kita tentu tidak mau saham emiten perbankan yang kita miliki mengalami kebangkrutan seperti 3 bank di USA. Jika itu yang terjadi, kemungkinan investor mengalami total loss cukup besar. Untuk menghindari hal tersebut, investor harus memahami kesehatan emiten perbankan yang dimiliki atau mau dibeli sahamnya. Apakah emiten yang bersangkutan memiliki daya tahan ketika krisis terjadi atau berpeluang mengalami kebangkrutan.

Dalam industri perbankan, kesehatan sebuah bank dapat dilihat dari beberapa indikator. Mulai dari rasio kecukupan modal, porsi dana yang disalurkan ke kreditur, persentase kredit macet, dan beberapa indikator lainnya.

Dalam tulisan ini, akan dibahas 3 indikator penting yang bisa digunakan investor untuk menilai daya tahan sebuah bank terhadap krisis.

 

CAR (Capital Adequacy Ratio)

CAR digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menyediakan dana yang dibutuhkan untuk menutup kemungkinan kerugian dari aset beresiko. Dalam kasus bangkrutnya SVB, kemungkinan besar karena CAR nya yang kecil sehingga tidak bisa menutup kerugian akibat menjual obligasi di bawah harga beli.

CAR diperoleh dengan membagi modal terhadap rasio tertimbang menurut resiko, kemudian dikalikan 100%.

Di Indonesia, rata-rata CAR yang dimiliki bank sebesar 25.88% per bulan Januari 2023. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001 Pasal 2 Tentang Kewajiban Minimum Bank, CAR yang harus dimiliki bank minimal 8%. Jadi angka CAR saat ini jauh diatas yang disyaratkan. Namun, investor harus hati-hati jika bank memiliki CAR di bawah rata-rata industri.

 

LDR (Loan to Deposit Ratio)

LDR menunjukkan seberapa baik tingkat likuiditas sebuah bank. Semakin tinggi tingkat LDR, maka semakin tidak likuid suatu bank, artinya bank tersebut akan kesulitan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, seperti adanya penarikan tiba-tiba oleh nasabah terhadap simpanannya. Silicon Valley Bank mengalami hal ini.

LDR dihitung dengan membagi jumlah kredit yang diberikan bank terhadap jumlah dana yang dihimpun dari masyarakat seperti tabungan, giro, dan deposito. Misalkan sebuah bank menyalurkan kredit ke masyarakat sebesar 9 trilyun, sementara dana masyarakat berupa tabungan, giro, dan deposito di bank sebanyak 10 trilyun, berarti LDR bank tersebut sebesar 90%.

Saat ini, angka rata-rata LDR di industri perbankan nasional sebesar 79,60%. Batas maksimal LDR yang diperkenankan Bank Indonesia adalah 92%. Jadi, untuk saat ini kondisi LDR perbankan nasional secara umum masih aman. Investor perlu waspada jika bank yang akan dibeli sahamnya memiliki LDR diatas 92%.

 

NPL Bruto (Non Performing Loan Bruto)

NPL Bruto menunjukkan seberapa banyak kredit yang bermasalah dan diragukan pelunasannya.

NPL Bruto didapat dengan membagi jumlah kredit dengan status kurang lancar, diragukan, maupun macet terhadap jumlah kredit keseluruhan. Misal sebuah bank menyalurkan kredit sejumlah 10 trilyun, setelah dianalisa 200 milyar pinjaman diragukan pembayarannya karena berbagai hal. Berarti NPL bruto bank tersebut sebesar 2%.

Saat ini, angka rata-rata NPL bruto di industri perbankan nasional sebesar 2,44%. Angka ini masih aman dari angka maksimum yang disyaratkan Bank Indonesia sebesar 5%.

Investor harus waspada jika sebuah bank memiliki NPL Bruto diatas 5%. Hal itu berarti bank beresiko kehilangan banyak uang dari kredit yang tidak bisa dibayar peminjam, yang berakibat turunnya CAR dan tingkat likuiditas, lalu pada akhirnya akan menurunkan profit bank dan bisa membuat bank tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya seperti penarikan dana nasabah secara serempak.

Itulah 3 rasio penting bagi investor untuk menilai apakah sebuah bank mempunyai daya tahan dalam menghadapi krisis. Memang masih banyak rasio lain yang digunakan, paling tidak 3 rasio ini harus dimengerti oleh investor.

Semoga bermanfaat…..