Beli Saham Langsung Banyak Atau Average Down

Beli Saham Langsung Banyak Atau Average Down

Sebuah saham berkualitas baik suatu saat mengalami penurunan cukup signifikan dan kita tertarik membelinya. Katakanlah kita memiliki anggaran 100 juta rupiah untuk diinvestasikan di saham ini. Pertanyaan yang muncul adalah apakah kita sekaligus membeli sejumlah 100 juta rupiah di satu harga tertentu. Atau mencicil sedikit demi sedikit dengan menggunakan teknik average down.

Bagi yang belum mengetahui, teknik average down adalah membeli kembali saham yang dimiliki secara bertahap ketika harganya turun dengan tujuan mendapatkan harga rata-rata lebih murah. Misal kita mulai membeli saham A di harga Rp1000, lalu saham ini turun terus dan kita membelinya kembali di harga Rp900. Begitu seterusnya.

Untuk menjawab pertanyaan di paragraf pertama, ada baiknya penulis memberikan 2 contoh saham yang sedang mengalami penurunan di saat yang hampir bersamaan. Penulis mengambil contoh saham JECC dan MNCN. Saham JECC adalah PT. Jembo Cable Company dan MNCN adalah PT. Media Nusantara Citra. Kedua saham ini berkualitas baik. Pendapatannya besar, hutang minimalis, keuntungan relatif moderat.

Bulan Maret 2023, saham JECC ada di harga Rp4940. Pada bulan Februari 2024, saham JECC ada di harga Rp1500. Selama setahun, saham JECC mengalami penurunan 70%. Saham ini menarik untuk dibeli karena pada saat harganya Rp1500, PBV ada di 0.3. Menurut analisa penulis, saham JECC mengalami penurunan karena dimasukkan ke papan pemantauan khusus oleh pihak bursa. Saham JECC dimasukkan ke dalam papan pemantauan khusus karena tidak memenuhi jumlah minimal kepemilikan saham untuk retail. Jadi permasalahan saham JECC bukan di kinerja operasionalnya tetapi hanya di porsi kepemilikan retail.

Salah satu periode penurunan harga saham JECC terjadi di rentang 21-28 Februari 2024. Dalam seminggu, saham JECC mengalami ARB (auto reject bawah) selama 5 hari berturut-turut. Harga saham jatuh dari Rp2470 menjadi Rp1490. Penurunan berturut-turut terjadi karena saham JECC memiliki likuiditas yang rendah. Jika ada satu pihak yang menjual saham dalam jumlah besar, harga saham akan cepat turun tanpa ada perlawanan.

Seandainya kita ingin membeli saham JECC di pbv 0.3 atau saat harganya Rp1500 , apakah kita membelinya sekaligus sesuai anggaran atau membeli sedikit dahulu agar bisa membeli kembali kalau harganya terus turun. Data menunjukkan setelah mencapai pbv 0.3 , penurunan harga saham JECC berhenti. Selama 5 hari harganya sideway di kisaran Rp1500. Setelah itu mengalami ARA (auto reject atas) selama 5 hari berturut-turut hingga harganya mencapai Rp2580. Dalam seminggu, nilai investasi mencapai keuntungan 70%.

Hal tersebut menunjukkan, jika penurunan saham terjadi dalam batas maksimum atau ARB (auto reject bawah), maka akan lebih baik jika langsung membeli dalam jumlah banyak. Untuk memastikan setelah membeli tidak terjadi ARB lagi, belilah saham setelah terjadi sideway selama 1 hari perdagangan setelah ARB terakhir.

Kasus serupa juga terjadi pada saham MAYA (PT. Bank Mayapada Tbk). Tanggal 23 Januari 2024 mengalami ARB 20% dan harga saham turun menyentuh Rp155 dengan pbv 0.25. Sehari setelahnya harga saham sideway di harga Rp150. Tiga hari setelahnya harga sudah kembali ke titik sebelum ARB.

Sekarang kita ambil contoh jenis penurunan yang terjadi secara perlahan, tidak mengalami ARB. Bulan Januari-Juni 2023 harga saham MNCN berada di kisaran Rp700. Pada bulan Juli saham MNCN mulai menunjukkan penurunan. Selama 8 bulan berikutnya, secara perlahan harga saham turun sampai Rp306.

Penurunan harga saham MNCN terjadi karena 2 hal:
1.Pendapatan MNCN menurun cukup dalam karena adanya program pemerintah untuk menutup kanal TV analog dan menggantinya dengan saluran digital. Hal ini membuat pendapatan iklan MNCN dari segmen TV analog menurun drastis.
2.Adanya rencana merger MNCN dan BMTR. Dari sisi tingkat keuntungan dan kesehatan keuangan, kondisi MNCN lebih baik daripada BMTR. Jadi, rencana merger relatif akan merugikan MNCN.

Sampai tulisan ini dibuat, saham MNCN masih mengalami penurunan dan belum menunjukkan tanda-tanda rebound.

Dari kasus MNCN, kita bisa mengambil pelajaran bahwa jika penurunan sebuah saham terjadi secara perlahan, tidak ada ARB, maka akan lebih bijaksana jika kita membeli dengan cara mencicil atau average down.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *